Comments system

Kamis, 21 Juni 2018

PEMBELAJARAN 4

Selain rumah adat, ternyata suku Sasak memiliki keragaman budaya lain seperti pakaian adat. Pakaian adat merupakan pakaian yang memiliki ciri khas tertentu dan terdapat berbagai keunikan yang menghiasinya serta dijadikan sebagai identitas suatu daerah. Pernahkah kamu melihat atau menggunakan pakaian adat suku Sasak? Untuk dapat menggunakannya, terlebih dahulu mari kita mengenal pakaian adat suku Sasak.

Keunikan Pakaian Adat Suku Sasak
           
        Bagi masyarakat suku Sasak, pakaian adat merupakan salah satu kekayaan budaya. Masyarakat daerah siku Sasak biasanya mengenakan pakaian adat dalam peringatan peristiwa atau acara tertentu misalnya seperti pada saat acara pernikahan atau tradisi adat daerah suku Sasak.
        Di beberapa daerah Lombok, pakaian adat dikelompokkan sesuai kedudukan atau status pemakaiannya dalam masyarakat. Contohnya pakaian kepala suku atau pemangku adat, atau bangsawan berbeda dengan pakaian adat rakyat biasa.
       Secara umum pakaian adat suku Sasak bagi perempuan disebut Lambung, yaitu baju hitam tanpa lengan dengan kerah berbentuk huruf “v” dan sedikit hiasan di bagian pinggir baju. Pakaian adat lambung digunakan gadis-gadis Sasak khusus untuk menyabut tamu dan pembawa woh-wohan dalam upacara mendakin atau nyongkol.


          Untuk pakaian adat suku Sasak bagi pria disebut Pegon, yaitu pakaian jas berwarna gelap serta dilengkapi dengan ikat pinggang(leang atau dodot) menggunakan menggunakan kain songket bermotif Benang Mas yang berfungsi sebagai aksen untuk menyelipkan keris. Untuk keris yang berukuran besar, biasanya diselipkan di belakang.Sedangkan untuk keris yang berukuran kecil diselipkan di depan. Penggunaan keris tidak mutlak, keris bisa diganti dengan pemaja atau pisau raut.

          Pegon digunakan khusus untuk upacara-upacara adat dan para bangsawan suku Sasak. Sedangkan untuk masyarakat biasa, pria suku Sasak menggunakan semacam kemeja lengan panjang berbahan kain peluyung yang berwarna terang serta dilengkapi dodot kain songket yang bermotif ragi genep, penggunaannya dililitkan biasa seperti ikat pinggang pada umumnya. 

             Selain itu, pakaian adat pria suku Sasak pada bagian kepala mengenakan ikat kepala yang disebut capuq atau sapuk. Sapuk untuk penggunaan sehari-hari selembar kain tenun berbentuk segitiga sama kaki, sedangkan untuk keperluan upacara adat atau ritual khusus biasanya menggunakan sapuk jadi atau perade yang berbahan Songket Benang Mas. Jenis ikatan sapuk yang dipakai adalah Lam Jalallah yang bermakna harapan agar pemakainya selalu mengingat Tuhan Yang Maha Esa.


Budaya adalah anugerah Tuhan yang harus kita jaga dengan baik. Untuk dapat menjaga dan mempertahankannya maka kita perlu melestarikan budaya sebaik mungkin agar budaya kita tidak luntur dan diakui oleh budaya asing. Hal apa saja yang dapat kita lakukan untuk menjaga budaya kita? Mari kita pelajari cara melestarikan budaya dan adat suku Sasak.

Melestarikan Adat Suku Sasak
          
        Masyarakat suku Sasak sangat mencintai kebudayaan yang dimilikinya, berbagai cara telah dilakukan oleh masyarakat agar suku Sasak tetap terjaga keunikan, keindahan, dan kelestariannya. Dalam suku Sasak dikenal suatu adat kebiasaan masyarakat dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya dengan sebutan Tata Krame atau tata krama yang berarti cara bersopan santun dalam masyarakat suku Sasak.
         Bentuk tata krame suku Sasak yakni bagaiamana agar kita dapat bertingkah laku sesuai aturan-aturan adat. Misalnya ketika pergi bertamu, masyarakat adat suku sasak akan mengucapkan salam terlebih dahulu di depan rumah dan tidak masuk apabila belum ada jawaban dari pemilik rumah dan dipersilahkan untuk masuk, kemudian ketika disajikan makanan atau minuman harus dihabiskan untuk menghormati pemilik rumah yang telah menghidangkannya, serta berpakaian sesuai dengan karakteristik dan ciri-ciri masyarakat suku Sasak yang kental akan norma-norma agama, maka menggunakan pakaian yang tertutup dan sewajarnya. 
            Selain tingkah laku, bentuk tata krame adalah berbahasa yakni  menggunakan bahasa yang sesuai dengan lawan bicaranya. Misalkan ketika berbicara dengan seseorang yang lebih tua dan memiliki strata yang lebih tinggi menggunakan basa halus (bahasa yang lembut). Contohnya tiang (saya), pelinggih (“kamu” untuk yang lebih tua), mindah (tidak tahu), sampun (sudah). Sedangkan ketika berbicara dengan yang lebih muda menggunakan bahasa sasak biasa, seperti aku, kamu, deq taon (tidak tahu), uwah (sudah). 
          Kita sebagai masyarakat suku Sasak tentunya ingin budaya kita terjaga kelestariannya. Melestarikan budaya suku Sasak bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti bertingkah laku dan berbahasa sesuai aturan dan norma suku Sasak, melestarikan budaya dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan adat, menjunjung tinggi nilai persatun dan kesatuan dalam bermasyarakat, mengenalkan budaya suku Sasak kepada luar daerah, serta berbangga diri menjadi warga masyarakat suku Sasak. 



       Tahukah kamu selain suku Sasak, suku Sumbawa dan suku Mbojo juga memiliki pakaian adat yang menjadi ciri khas daerahnya. Pakaian adat suku Sumbawa bernama Lamung untuk laki-laki dan Lamung Pene untuk perempuan. Sedangkan pakaian adat suku Mbojo bernama Baju Poro. Pakaian adat tersebut biasa digunakan masyarakat pada hari peringatan maupun perayaan acara adat.
        Begitu kayanya budaya di negera kita. Kita tidak boleh menyia-nyiakan anugerah budaya yang di beri Tuhan Yang Maha Esa. Maka demi itu, kita sebagai warga negara yang baik harus selalu bersyukur dengan cara menjaga, mempertahankan, dan melestarikan berbagai budaya di negara Indonesia. Kita dapat memulai dari hal-hal sederhana seperti melestarikan Tata Krame budaya suku Sasak, sehingga budaya negara kita tetap terjaga dan mampu bersaing dengan negera dan budaya luar.

0 komentar:

Posting Komentar